Indonesia Miliki 333 GW Potensi Energi Terbarukan yang Siap dikelola

Foto: Pradita Utama

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan dengan kapasitas proyek yang layak secara finansial mencapai 333 GW. Kajian terbaru mereka menunjukkan bahwa meskipun potensi teknis energi terbarukan di Indonesia lebih dari 3.700 GW, pemanfaatannya masih belum optimal, terutama untuk tenaga surya dan angin.

Menurut Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, kajian ini menganalisis potensi proyek berdasarkan regulasi yang berlaku serta kesiapan infrastruktur kelistrikan. Dari analisis tersebut, ditemukan bahwa pembangkit listrik tenaga angin daratan dapat berkontribusi sekitar 167 GW, sementara tenaga surya berbasis daratan memiliki potensi sebesar 165,9 GW, dan tenaga mikrohidro sekitar 0,7 GW.

Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR, Pintoko Aji, menjelaskan bahwa lebih dari 60% dari total potensi proyek yang layak secara finansial memiliki tingkat pengembalian investasi yang menarik. Ini menandakan bahwa sektor energi terbarukan dapat menjadi peluang yang menjanjikan bagi investor. 

Secara geografis, sumber daya angin lebih banyak tersedia di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, sedangkan minihidro memiliki potensi besar di Sumatera. Sementara itu, tenaga surya dapat dimanfaatkan secara luas di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Agar potensi ini dapat dimaksimalkan, penguatan infrastruktur kelistrikan seperti jaringan transmisi dan distribusi menjadi hal yang krusial. IESR mendorong pemerintah untuk mengakomodasi alokasi lahan bagi energi terbarukan dalam perencanaan tata ruang serta menyederhanakan regulasi pengadaan lahan guna mengurangi risiko investasi. Selain itu, target pemanfaatan energi terbarukan yang lebih spesifik untuk setiap daerah dapat membantu mempercepat transisi energi di Indonesia.

Dalam hal penyediaan listrik, PT PLN (Persero) diharapkan dapat menyusun strategi untuk memperluas jaringan ke lokasi-lokasi dengan potensi energi terbarukan yang tinggi. Selain itu, reformasi dalam mekanisme pengadaan di sektor energi juga diperlukan agar proyek-proyek ini dapat terintegrasi dengan baik ke dalam sistem kelistrikan nasional.

Ketua Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Herman Darnel Ibrahim, menilai bahwa tenaga surya memiliki peran strategis dalam transisi energi. Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, energi surya kini menjadi lebih kompetitif dibandingkan sumber energi konvensional seperti gas dan nuklir.

Sebagai bagian dari komitmen menuju emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat, Indonesia telah bergabung dalam inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dolar AS sejak 2022. Salah satu target utama dari kesepakatan ini adalah mengurangi emisi karbon hingga 290 juta ton CO2 serta meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional hingga 34% pada 2030.