Jepang Kembangkan Baterai Isi Ulang Pertama yang Menggunakan Limbah Nuklir

Baterai ini menawarkan solusi untuk pengelolaan limbah nuklir dan meningkatkan penyimpanan energi. (Stock Depot/iStock)

Jepang baru saja meluncurkan baterai isi ulang pertama di dunia yang menggunakan uranium sebagai bahan aktif. Inovasi ini dikembangkan oleh Badan Tenaga Atom Jepang (JAEA) dan berpotensi mengubah cara limbah nuklir dikelola sekaligus meningkatkan efisiensi penyimpanan energi.

Dalam penelitian ini, uranium dimanfaatkan dalam proses elektrokimia untuk menghasilkan listrik, menggantikan bahan tradisional seperti litium atau timbal. Tim peneliti berhasil membuktikan bahwa baterai berbasis uranium dapat diisi ulang dan dikosongkan dengan stabil, membuka peluang baru dalam penyimpanan energi jangka panjang.

Uranium yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat kimia serupa dengan uranium terdeplesi (DU), yaitu produk sampingan dari pengayaan uranium alam untuk bahan bakar nuklir. Selama ini, DU dianggap sebagai limbah dengan keterbatasan aplikasi, tetapi inovasi ini mengubahnya menjadi sumber daya bernilai tinggi. Jika berhasil dikembangkan secara komersial, teknologi ini dapat membantu menstabilkan jaringan listrik berbasis energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.

Prototipe baterai yang dikembangkan berukuran sekitar 10 cm x 5 cm dan menggunakan elektrolit berbasis uranium sebagai elektroda negatif serta elektrolit berbasis besi sebagai elektroda positif. Baterai ini memiliki tegangan sekitar 1,3V, mendekati tegangan standar baterai alkaline 1,5V. Dalam uji coba, baterai ini mampu bertahan setelah 10 siklus pengisian dan pengosongan tanpa mengalami penurunan kinerja yang berarti.

Jepang memiliki sekitar 16.000 ton uranium terdeplesi, sementara cadangan global mencapai 1,6 juta ton. Jika baterai ini dapat diproduksi dalam skala besar, limbah uranium yang sebelumnya menjadi tantangan dapat diubah menjadi solusi penyimpanan energi yang bermanfaat.

Para peneliti juga tengah mengembangkan konsep "baterai aliran redoks" yang dapat meningkatkan kapasitas penyimpanan dan efisiensi energi. Teknologi ini menggunakan sistem pompa untuk mensirkulasikan elektrolit, memungkinkan penyimpanan daya yang lebih besar. 

Namun, karena sifat radioaktif uranium, penggunaan baterai ini kemungkinan besar akan dibatasi pada lingkungan dengan kontrol radiasi yang ketat, seperti pembangkit listrik tenaga nuklir.

Dengan meningkatnya permintaan akan baterai isi ulang untuk mendukung energi terbarukan, inovasi ini menawarkan cara baru dalam memanfaatkan uranium terdeplesi sebagai bagian dari solusi energi berkelanjutan.

Howdy! How can we help you today?
Type here...