![]() |
Konsep seorang seniman menggambarkan salah satu wahana antariksa Voyager milik NASA. Wahana antariksa kembar tersebut diluncurkan pada tahun 1977. (NASA JPL-Caltech) |
Diluncurkan pada tahun 1977, wahana antariksa Voyager 1 dan Voyager 2 awalnya dirancang untuk menjelajahi planet-planet luar Tata Surya. Namun, kedua pesawat ruang angkasa ini kini telah menjadi objek buatan manusia pertama yang melintasi batas Tata Surya dan memasuki ruang antarbintang.
Saat ini, Voyager 1 berada lebih dari 25 miliar kilometer dari Bumi, sementara Voyager 2 berjarak lebih dari 21 miliar kilometer. Keduanya masih terus mengirimkan data ilmiah yang berharga tentang lingkungan ruang angkasa yang belum pernah dijelajahi sebelumnya. Namun, dengan keterbatasan daya yang semakin berkurang, NASA harus membuat keputusan sulit untuk mempertahankan misi ini selama mungkin.
Tantangan Energi yang Terbatas
Voyager 1 dan 2 mendapatkan tenaga dari generator termoelektrik radioisotop (RTG), yang mengalami penurunan daya sekitar empat watt per tahun akibat peluruhan bahan bakarnya. Tim misi di Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA berupaya mengelola daya yang tersisa agar kedua wahana ini tetap dapat beroperasi hingga tahun 2030-an.
Sebagai bagian dari upaya penghematan energi, NASA telah mulai mematikan beberapa instrumen ilmiah yang masih aktif. Pada 25 Februari 2025, subsistem sinar kosmik pada Voyager 1 telah dinonaktifkan. Langkah serupa akan diterapkan pada Voyager 2, dengan penonaktifan instrumen partikel bermuatan energi rendah yang dijadwalkan pada 24 Maret 2025.
Menurut Suzanne Dodd, manajer proyek Voyager di JPL, keputusan ini bertujuan untuk memastikan bahwa wahana ini tetap bisa beroperasi dalam waktu yang lebih lama.
"Voyager telah menjadi ikon eksplorasi luar angkasa sejak peluncurannya, dan kami ingin mempertahankannya selama mungkin," ujar Dodd.
Baca juga:
Melampaui Misi Awal
Voyager 1 dan 2 masing-masing dilengkapi dengan sepuluh instrumen ilmiah pada awal misinya. Namun, seiring waktu, banyak instrumen yang telah dinonaktifkan, terutama yang dirancang untuk mengamati planet-planet luar Tata Surya.
Instrumen plasma pada kedua wahana, yang digunakan untuk mempelajari angin matahari dan lingkungan antarplanet, telah dimatikan sejak lama. Baru-baru ini, subsistem sinar kosmik Voyager 1—yang terdiri dari tiga teleskop untuk mengukur sinar kosmik—juga dinonaktifkan. Instrumen ini sebelumnya berperan penting dalam mendeteksi batas antara Tata Surya dan ruang antarbintang.
Sementara itu, Voyager 2 masih mengoperasikan instrumen partikel bermuatan energi rendah, yang berfungsi untuk menganalisis ion, elektron, dan radiasi kosmik. Instrumen ini menggunakan platform berputar dengan motor yang awalnya dirancang untuk bertahan hingga tahun 1980, tetapi telah beroperasi lebih dari empat dekade lebih lama dari perkiraan awal.
"Voyager telah melampaui misi awal mereka untuk menjelajahi planet-planet luar," kata Patrick Koehn,
ilmuwan program Voyager di NASA. "Setiap data yang diperoleh sejak saat itu merupakan tambahan yang sangat berharga bagi ilmu pengetahuan dan menjadi bukti ketahanan teknologi luar angkasa yang luar biasa."
Baca juga:
Target Operasi Hingga 2030-an
NASA berharap dapat mempertahankan operasional Voyager hingga dekade mendatang. Voyager 1 diperkirakan masih dapat menjalankan magnetometer dan subsistem gelombang plasma dalam beberapa tahun ke depan. Instrumen partikel bermuatan energi rendahnya akan tetap aktif hingga akhir tahun 2025 sebelum akhirnya dimatikan.
Seiring berkurangnya daya listrik, NASA akan terus melakukan penyesuaian untuk memperpanjang masa pakai wah