⏱️ 2 menit waktu baca
![]() |
(Kredit Foto: Track.in) |
Canva Inc., perusahaan teknologi asal Australia yang dikenal lewat aplikasi desain grafisnya, memperluas pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) demi memperkuat daya saing di pasar kreatif digital. Langkah ini dilakukan menjelang rencana penawaran saham perdana (IPO) perusahaan.
Perusahaan meluncurkan serangkaian fitur baru berbasis AI, termasuk asisten berbasis percakapan yang mampu menanggapi perintah suara dan teks untuk mengedit foto, membuat presentasi, serta mengubah ukuran desain.
Tak hanya itu, fitur barunya juga dapat menghasilkan kode untuk aplikasi atau situs web berdasarkan perintah pengguna yang sederhana.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Canva untuk bersaing dengan Adobe Inc., pemain besar di bidang perangkat lunak kreatif yang telah lebih dulu mengintegrasikan AI melalui model Firefly dalam layanan edit foto dan video.
Adobe juga telah mengumumkan tarif tambahan untuk konten video yang dihasilkan AI, serta menaikkan harga beberapa layanannya. Hal ini berkontribusi pada penurunan saham Adobe sekitar 25% dalam 12 bulan terakhir, seiring meningkatnya persaingan di ranah AI kreatif.
Canva, yang terakhir kali dihargai dengan valuasi sekitar US$32 miliar, kini mengandalkan teknologi AI guna mendorong pertumbuhan pendapatan. Menurut salah satu pendiri sekaligus Chief Operating Officer (COO) Cliff Obrecht, Canva telah mengamankan lebih dari 2.000 kontrak dengan berbagai perusahaan ternama, termasuk Airbnb, Docusign, dan New York Stock Exchange.
Visi Canva ke depan adalah membangun ekosistem desain yang memungkinkan pengguna menciptakan aplikasi dan situs web dengan lebih mudah, dan pada akhirnya mencapai target satu miliar pengguna. Canva saat ini memiliki lebih dari 230 juta pengguna aktif bulanan dan membukukan pendapatan tahunan lebih dari US$3 miliar.
Untuk memperkuat posisi keuangannya menjelang IPO, Canva juga telah merekrut Kelly Steckelberg, mantan CFO dari Zoom Video Communications, sebagai kepala keuangan baru.
Meskipun IPO menjadi target dalam beberapa tahun ke depan, Obrecht menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih fokus pada pertumbuhan jangka panjang dibanding tekanan performa kuartalan.
(nsm)