![]() |
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. (Bisnis/Eusebio Chrysnamurti) |
Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) menyampaikan kekhawatiran terkait wacana pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang dinilai bisa berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri elektronik nasional. Pelonggaran tersebut, menurut Gabel, berpotensi memicu keluarnya investasi ke luar negeri.
Kebijakan TKDN sejatinya dirancang untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri melalui pemanfaatan bahan baku lokal, tenaga kerja domestik, dan biaya operasional dari dalam negeri. Oleh karena itu, pelonggaran aturan ini dipandang dapat melemahkan daya saing industri nasional.
Sekretaris Jenderal Gabel, Daniel Suhardiman, menegaskan pentingnya memperkuat kebijakan TKDN, bukan justru melonggarkannya. Ia menjelaskan bahwa banyak pelaku industri elektronik yang kini telah mampu memproduksi komponen secara lokal, sehingga dukungan kebijakan yang tegas sangat dibutuhkan.
“Kami melihat seharusnya kebijakan TKDN diperkuat, bukan dilonggarkan.
Jika satu sektor diberi kelonggaran, maka akan muncul tekanan dari sektor atau negara lain untuk mendapat perlakuan serupa,” kata Daniel pada Rabu (9/4/2025).
Pernyataan ini merespons wacana relaksasi TKDN dalam rangka memenuhi permintaan produk information and communication technologies (ICT) dari Amerika Serikat.
Wacana tersebut merupakan bagian dari negosiasi untuk mengurangi tarif impor AS terhadap barang asal Indonesia yang saat ini dikenakan tarif hingga 32%.
Meski begitu, Daniel mengusulkan agar produk elektronik dikecualikan dari pelonggaran TKDN. Menurutnya, penerapan TKDN di sektor ini justru sangat penting untuk meningkatkan utilisasi industri dan menarik lebih banyak investasi.
Ia juga mendorong adanya kebijakan TKDN sektoral khusus bagi perangkat elektronik, di luar produk HKT (handphone, komputer genggam, dan tablet), agar tiap jenis produk elektronik memiliki pedoman yang lebih spesifik.
Saat ini, TKDN umumnya digunakan sebagai acuan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Gabel berharap agar dana dari APBN/APBD serta BUMN/BUMD dapat digunakan untuk membeli produk lokal, guna menciptakan nilai tambah berupa peningkatan PDB dan penyerapan tenaga kerja.
"Kalau anggaran negara dipakai untuk beli produk luar, maka nilai tambahnya justru dinikmati negara lain. Tapi kalau dibelanjakan untuk produk lokal, itu akan berdampak positif langsung bagi ekonomi kita,” ungkap Daniel.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa apabila kebijakan relaksasi TKDN diterapkan secara luas, maka akan menurunkan kapasitas produksi industri, terutama pada produk yang sebelumnya diandalkan melalui skema TKDN. Ketidakpastian kebijakan juga berpotensi menurunkan kepercayaan investor dan mendorong relokasi investasi ke negara lain.
“Pelonggaran seperti ini bisa membuat produsen kehilangan peluang di pasar B2G, baik melalui tender maupun e-Katalog pemerintah,” pungkasnya.