Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menegaskan bahwa Jepang akan menekankan prinsip “keadilan” dalam setiap diskusi terkait nilai tukar dengan Amerika Serikat. Hal ini disampaikannya dalam sebuah acara bincang-bincang di NHK, di tengah memanasnya perhatian global terhadap pembicaraan perdagangan bilateral antara kedua negara, menyusul kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Ishiba menyebutkan bahwa Tokyo terbuka untuk meningkatkan impor energi dari AS serta bersikap fleksibel terhadap tuduhan Washington mengenai hambatan non-tarif di sektor otomotif Jepang.
Trump secara mengejutkan ikut serta dalam putaran pertama pembicaraan perdagangan Jepang-AS pada Rabu lalu dan menyebut adanya “kemajuan besar”. Ia juga menyuarakan keinginannya agar negosiasi mencakup isu manipulasi mata uang, menuding Jepang sengaja melemahkan yen demi keuntungan eksportirnya.
Namun, Ishiba menegaskan bahwa pembahasan soal mata uang akan dilakukan oleh Menteri Keuangan Jepang, Katsunobu Kato, dan mitranya dari AS, Scott Bessent. “Kita harus melihat masalah ini dari sudut pandang keadilan,” ujarnya. Ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut soal posisi Jepang jika diminta untuk bekerja sama dalam memperkuat yen.
Selama ini, Jepang membantah tuduhan bahwa mereka sengaja melemahkan yen. Bahkan, pemerintah sempat melakukan intervensi di pasar valuta asing tahun lalu guna mendukung mata uangnya, yang sempat melemah cukup dalam.
Kato dijadwalkan berangkat ke Washington minggu ini untuk menghadiri pertemuan para menteri keuangan G20 di sela-sela acara IMF. Di sana, ia juga dijadwalkan bertemu Bessent untuk membahas perdagangan bilateral lebih lanjut.
Peluang Impor Energi AS
Beberapa pengamat memperkirakan Jepang bisa memanfaatkan kepemilikannya atas surat utang AS – yang mencapai lebih dari $1 triliun – sebagai alat negosiasi. Namun, Kato sudah menyatakan bulan ini bahwa Jepang tidak akan menggunakan hal itu sebagai senjata dagang.
“Hubungan ini dibangun atas dasar kepercayaan, stabilitas ekonomi global, dan stabilitas ekonomi kedua negara,” jelas Ishiba saat ditanya kemungkinan menyebut kepemilikan utang AS dalam pembicaraan.
Trump sendiri telah memberlakukan tarif 24% atas sejumlah ekspor Jepang ke AS. Meskipun tarif tersebut masih ditangguhkan hingga awal Juli, tarif universal 10% dan bea masuk 25% untuk mobil tetap berlaku – beban berat bagi Jepang yang sangat bergantung pada ekspor kendaraan.
Menurut laporan Nikkei Asia, Jepang saat ini mempertimbangkan pelonggaran standar keselamatan otomotifnya sebagai bagian dari upaya negosiasi.
Selama ini, Washington menganggap regulasi keselamatan Jepang sebagai hambatan non-tarif, meski pihak Jepang dan sejumlah analis berpendapat bahwa mobil AS memang kurang cocok dengan kondisi jalan dan preferensi pengemudi Jepang.
Ishiba menyatakan bahwa memang ada perbedaan standar keselamatan antara Jepang dan AS. Namun ia menegaskan, “Kami perlu memastikan bahwa peraturan keselamatan kami tidak dianggap tidak adil.”
Di sisi lain, Ishiba juga membuka peluang investasi Jepang yang lebih besar di sektor energi AS. “Australia saat ini adalah pemasok LNG terbesar Jepang, dan AS berada di posisi keempat. Saya rasa ada potensi peningkatan impor dari AS. Pertanyaannya: bisakah AS menjamin pasokan yang stabil?”