![]() |
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra |
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah penyitaan aset hasil korupsi sebagai bagian dari upaya mengembalikan kerugian negara. Namun demikian, ia mengingatkan agar pendekatan ini tetap memperhatikan unsur keadilan, terutama bagi keluarga pelaku yang tidak terlibat dalam tindak pidana tersebut.
Dalam pertemuan bersama enam pemimpin redaksi media nasional di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, pada Minggu (6/4/2025), Prabowo menyampaikan pandangannya secara tegas namun penuh pertimbangan.
“Kalau seseorang telah menyebabkan kerugian bagi negara, maka sudah sewajarnya aset-aset yang didapat dari tindakan itu dikembalikan melalui penyitaan,” ujar Prabowo.
Meski begitu, ia memberi catatan penting mengenai kepemilikan aset yang sudah dimiliki sebelum pelaku menjabat atau terlibat dalam pemerintahan. Menurutnya, perlu ada kajian hukum lebih dalam untuk memastikan bahwa tindakan penyitaan tidak serta-merta merugikan pihak lain yang tidak bersalah, seperti anak dan istri pelaku.
“Kita harus bersikap adil juga. Jika ada harta yang didapat sebelum menjabat dan itu sah secara hukum, ya kita serahkan kepada para ahli hukum untuk menilai. Jangan sampai anak-anak yang tidak bersalah ikut menanggung beban,” ungkapnya.
Prabowo menekankan bahwa prinsip keadilan harus menjadi dasar dalam setiap langkah pemberantasan korupsi. Ia menyatakan bahwa kesalahan seseorang tidak seharusnya dibebankan kepada keluarganya.
“Dosa pribadi tidak boleh diwariskan kepada keturunannya. Itu prinsip yang saya pegang,” tambahnya.
Di sisi lain, Presiden juga menyoroti lemahnya efek jera dalam sistem hukum terhadap para koruptor. Ia menilai masih banyak celah dalam proses peradilan yang membuat pelaku merasa aman meski telah dijatuhi hukuman.
“Sering kali muncul pemikiran dari pelaku, ‘ya sudah, ditangkap sebentar, vonis ringan, tahanan bisa dikurangi’. Ini yang membuat korupsi terus berulang,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah tidak segan-segan mengajukan banding jika merasa vonis dari hakim terlalu ringan dan tidak mencerminkan keadilan publik. Beberapa langkah banding tersebut bahkan telah membuahkan hasil dengan penambahan hukuman.
“Kalau putusan hakim tidak masuk akal dan melukai rasa keadilan rakyat, kita ajukan banding. Dan terbukti, dalam beberapa kasus, kita berhasil memperberat hukumannya,” tegas Prabowo.
Terkait pengembalian kerugian negara, Prabowo membuka ruang bagi pendekatan persuasif seperti negosiasi dengan pelaku. Namun ia mengakui, hal ini tidak mudah mengingat kecenderungan manusia untuk menolak mengakui kesalahan.
“Memang sulit. Tapi tetap harus dicoba demi kepentingan negara,” pungkasnya.