SpaceX Jadi Kandidat Utama Proyek Perisai Rudal Golden Dome Pemerintahan Trump

.

Elon Musk memberikan tur kepada Presiden terpilih AS Donald Trump dan anggota parlemen di ruang kontrol sebelum peluncuran uji terbang keenam roket SpaceX Starship, di Brownsville, Texas, AS. (Reuters)

Perusahaan milik Elon Musk, SpaceX, bersama dua mitra teknologinya, Palantir dan Anduril, dikabarkan tengah bersaing untuk menjadi pemain utama dalam proyek pertahanan rudal strategis bernama "Golden Dome", sebuah inisiatif besar dari pemerintahan Presiden Donald Trump. Informasi ini diungkap oleh beberapa sumber yang dekat dengan proses tersebut.

Golden Dome, yang disebut Trump sebagai respons terhadap "ancaman rudal paling serius" terhadap AS dalam perintah eksekutifnya pada 27 Januari, dirancang untuk menciptakan sistem pertahanan berbasis luar angkasa. 

Rencananya, sistem ini akan memanfaatkan ratusan hingga ribuan satelit untuk mendeteksi dan melacak peluncuran rudal dari seluruh dunia. Dalam beberapa minggu terakhir, SpaceX dan mitranya telah mengadakan pertemuan intensif dengan pejabat tinggi Pentagon dan Gedung Putih. 

Mereka mengusulkan solusi yang mencakup konstelasi satelit pendeteksi serta sistem peluncuran cepat untuk menghancurkan ancaman rudal, meskipun SpaceX sendiri diperkirakan hanya akan fokus pada bagian deteksi dan pelacakan, bukan pada sistem persenjataan.

Proposal unik SpaceX untuk proyek ini mencakup model berbasis langganan — pendekatan yang jarang digunakan dalam kontrak pertahanan besar. Dalam model ini, pemerintah akan membayar biaya langganan untuk mengakses teknologi mereka, bukan membeli sistem secara langsung.  

Meskipun pendekatan ini bisa mempercepat implementasi, beberapa pejabat pertahanan menyuarakan kekhawatiran terkait potensi ketergantungan dan kontrol jangka panjang terhadap sistem tersebut.

Jenderal Michael Guetlein dari Angkatan Luar Angkasa dan penasihat senior Musk, Jenderal Purnawirawan Terrence O'Shaughnessy, dilaporkan terlibat langsung dalam diskusi proyek ini. 

Jika kelompok yang dipimpin SpaceX berhasil mendapatkan kontrak, hal ini akan menjadi tonggak besar bagi perusahaan-perusahaan teknologi baru dalam sektor pertahanan yang selama ini didominasi oleh pemain lama seperti Lockheed Martin, Northrop Grumman, Boeing, dan RTX.

Lebih dari 180 perusahaan telah menunjukkan minat untuk ikut serta dalam pengembangan Golden Dome, termasuk startup pertahanan seperti Epirus, Ursa Major, dan Armada. Pemerintah telah menetapkan bahwa beberapa bagian dari sistem harus mulai dikembangkan secepat awal 2026, dengan peluncuran penuh direncanakan hingga pasca 2030.

Namun, proyek ini juga menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, terutama di kalangan pengamat dan anggota parlemen. Beberapa di antaranya mempertanyakan efisiensi, skala kebutuhan, dan potensi risiko teknis dari sistem berskala besar ini, termasuk kemungkinan memerlukan puluhan ribu satelit untuk menghadapi serangan rudal simultan.

Secara politis, keterlibatan Elon Musk sebagai penasihat khusus presiden sekaligus pemilik perusahaan yang mengajukan kontrak memunculkan perdebatan. Beberapa anggota Kongres dari Partai Demokrat menyuarakan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan dan pengaruh yang terlalu besar dari individu yang memiliki peran ganda di pemerintahan dan sektor swasta.

Senator Jeanne Shaheen bahkan mengusulkan undang-undang baru untuk mencegah pemberian kontrak pemerintah kepada perusahaan yang dimiliki oleh pejabat pemerintah khusus. Sementara itu, anggota DPR Donald Beyer menyatakan bahwa kontrak semacam ini harus diawasi ketat karena berisiko membuka akses terhadap data dan informasi rahasia pemerintah.

Dengan jadwal percepatan yang diinginkan Gedung Putih, keunggulan SpaceX dalam hal kapasitas peluncuran dan armada satelit yang telah ada bisa memberi mereka posisi strategis. Meski begitu, masih banyak keraguan apakah teknologi yang ditawarkan cukup matang untuk menjawab kebutuhan pertahanan nasional dalam skala besar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama