![]() |
(Sumber Gambar: Bloomberg) |
Australia menolak ajakan China untuk bekerja sama dalam menghadapi kebijakan tarif perdagangan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS). Penolakan ini mencerminkan arah baru kebijakan ekonomi Negeri Kanguru, yang kini semakin fokus pada diversifikasi perdagangan dan mengurangi ketergantungan pada China sebagai mitra dagang utamanya.
Dalam wawancara dengan Sky News, Wakil Perdana Menteri Australia, Richard Marles, menyatakan bahwa negaranya tidak akan ikut campur dalam persaingan global yang tengah berlangsung, termasuk perselisihan antara China dan AS.
Ia menegaskan bahwa kebijakan perdagangan Australia sepenuhnya didasarkan pada kepentingan nasional.
"Kami tidak akan bergandengan tangan dengan China dalam konflik perdagangan global," ujar Marles. "Yang kami lakukan adalah membangun kekuatan ekonomi Australia melalui diversifikasi pasar."
Australia kini tengah memperluas hubungan dagang dengan sejumlah mitra strategis seperti Uni Eropa, India, Indonesia, Inggris, dan kawasan Timur Tengah.
Langkah ini dilakukan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari guncangan geopolitik dan fluktuasi kebijakan perdagangan global.
Sebelumnya, Duta Besar China untuk Australia, Xiao Qian, dalam kolom opininya di surat kabar The Age, menyerukan kerja sama lebih erat antara Beijing dan Canberra guna menjaga stabilitas sistem perdagangan global.
Ia menyatakan bahwa China siap bekerja sama dengan Australia dalam menghadapi dinamika baru perekonomian dunia.
Namun, ketegangan global semakin meningkat setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif baru yang agresif. AS berencana menaikkan tarif impor terhadap produk China hingga 125%, memperparah perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia.
Dampaknya pun bisa meluas ke Australia, mengingat hampir sepertiga ekspor Australia ditujukan ke China, sementara ekspor ke AS hanya sekitar 5%.
Bank sentral Australia telah memperingatkan bahwa ketidakpastian akibat perang dagang dan kebijakan proteksionis dapat berdampak negatif terhadap investasi dan pengeluaran rumah tangga di dalam negeri.
Sementara itu, meskipun Australia juga terdampak oleh kebijakan tarif sepihak AS—dengan tarif sebesar 10% yang tergolong paling rendah dibandingkan negara lain.
Perdana Menteri Anthony Albanese menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan mengambil langkah balasan. Ia menyebut bahwa tarif tersebut tidak memiliki dasar logis, namun Australia tetap akan menjaga hubungan baik dengan AS sebagai mitra keamanan utama di kawasan Indo-Pasifik.