Trump Tegaskan Iran Tak Boleh Miliki Senjata Nuklir Jelang Perundingan di Oman

.

Presiden AS, Donald Trump. ( AFP/MANDEL NGAN)


Menjelang pembicaraan penting di Oman mengenai program nuklir Iran, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menegaskan bahwa Teheran tidak boleh memiliki senjata nuklir dalam bentuk apa pun.

Dalam keterangannya kepada wartawan pada Jumat (11/4), Trump menyampaikan bahwa dirinya ingin melihat Iran berkembang menjadi negara yang hebat dan sejahtera. Namun, ia menekankan bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh Iran adalah garis merah yang tidak bisa dilanggar.

"Saya ingin Iran menjadi negara yang kuat dan bahagia, tapi tanpa senjata nuklir," ujar Trump, sebagaimana dilaporkan oleh AFP, Sabtu (12/4/2025). 

Pada hari yang sama, perwakilan Trump, Steve Witkoff, dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dalam rangka pembicaraan diplomatik di Oman.

Trump sebelumnya juga memberikan peringatan keras terhadap kelanjutan program nuklir Iran. Ia menyatakan bahwa tindakan militer bukanlah pilihan yang dikesampingkan, dan bahwa Israel kemungkinan akan berada di garis depan jika terjadi konfrontasi.

"Jika perlu tindakan militer, maka itu akan dilakukan," ujarnya. "Israel akan menjadi pemain utama dalam hal ini, meskipun pada akhirnya kami bertindak sesuai kehendak sendiri," kata Trump seperti dikutip dari The Associated Press.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan dukungannya terhadap jalur diplomatik yang diambil oleh Trump. Ia menegaskan bahwa tujuan bersama antara AS dan Israel adalah memastikan Iran tidak mencapai kemampuan nuklir militer. 

Netanyahu juga dikenal sebagai tokoh yang berperan besar dalam membujuk AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang tercapai pada 2015.

Kesepakatan tersebut, yang diteken antara Iran dan negara-negara besar dunia, bertujuan untuk membatasi program pengayaan uranium Iran sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi ekonomi. 

Namun, Trump secara sepihak menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian tersebut pada 2018, menyebutnya sebagai kesepakatan yang merugikan.

Upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu sempat dilakukan di era pemerintahan Presiden Joe Biden melalui negosiasi tidak langsung di Wina pada 2021. Sayangnya, hingga kini belum ada titik temu yang berhasil dicapai.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama